Makalah Materi PAI"CInta,Akhlak dan Amal Sholeh"

Image
MAKALAH MATERI PAI “Cinta,Akhlak,dan Amal Sholeh” Dosen Pengampu : Misnan, M.Pd Disusun Oleh : v Mutiara Fadhilah Nasution Prodi        : Manajemen Pendidikan Islam ( MPI ) Semester : IV ( Empat ) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUMATERA (STAIS) MEDAN KATA PENGANTAR Alhamdulilllah,Saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya, makalah ini dapat Saya selesaikan. Shalawat dan salam kepada nabi Muhammad SAW, pembimbing umat menuju cahaya kebenaran illahi. Adapun pembuatan makalah ini dimaksudkan untuk diajukan sebagai syarat   dalam diskusi kelompok pada mata kuliah MATERI PAI tentang Cinta,Akhlak,dan Amal Sholeh. Mengingat isinya sangat penting seba gai bahan pembelajaran agar ter capainya tujuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah,baik masalah individu ataupun masalah kelompok. Mudah-mudahan makalah ini besar   manfaatnya bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis menjadi amal yang sholeh yang bisa menghantarkan kesu

Kecerdasan Emosional Kepemimpinan Pendidikan/Kepala Sekolah

KATA PENGANTAR

Alhamdulilllah,Kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya, makalah ini dapat kami selesaikan. Shalawat dan salam kepada nabi Muhammad SAW, pembimbing umat menuju cahaya kebenaran illahi.
Adapun pembuatan makalah ini dimaksudkan untuk diajukan sebagai syarat  dalam pada mata kuliah KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN dengan Pembahasan “Kecerdasan Emosional Kepemimpinan Pendidikan/Kepala Sekolah”
Mengingat isinya sangat penting sebagai bahan pembelajaran agar tercapainya tujuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah,baik masalah individu ataupun masalah kelompok.
Mudah-mudahan makalah ini besar  manfaatnya bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis menjadi amal yang sholeh yang bisa menghantarkan kesuksesan dalam belajar.






   



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................       i
DAFTAR ISI....................................................................................................       ii
BAB I   PENDAHULUAN
I.3. Latar Belakang Masalah...........................................................................       1
I.2. Rumusan Masalah....................................................................................       1
I.1. Tujuan Penulisan......................................................................................       1
BAB II  PEMBAHASAN
II.1 Kecerdasan Emosional Kepemimpinan Pendidikan/Kepala Sekolah......       2
II.2 Kecerdasan Emosional sebagai Inovasi dalam Pendidikan…................        7
II.3.Manajemen Konflik dengan Pendekatan Kecerdasan Emosional...........        9
BAB III  PENUTUP
III.1. Kesimpulan..........................................................................................       11
III.2 Saran......................................................................................................      11
Daftar Pustaka...............................................................................................      12

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan di Indonesia kini terus dikembangkan, terutama sejak reformasi bergulir tahun 1998. Hal ini ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, yang belakangan direvisi oleh oleh Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, dan kini direvisi lagi dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014. Dan, salah satu agenda reformasinya adalah pendelegasian kewenangan pengelolaan pendidikan pada pemerintah daerah. Hanya saja, kewenangan pemerintah daerah terbatas pada aspek pembiayaan, sumber daya manusia dan sarana-prasarana. Sementara untuk aspek-aspek menyangkut kurikulum, pembelajaran, evaluasi dan pengukuran, sarana dan alat pembelajaran, metode dan waktu belajar, buku teks serta alokasi belanja dan penggunaan anggaran, semuanya menjadi kewenangan sekolah. Dalam hal ini, maka kepala sekolah dan para guru dituntut bertanggung jawab terhadap kualitas proses dan hasil belajar guna meningkatkan mutu pendidikan secara nasional (Rosyada, 2013: ix).
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Kecerdasan Emosional Kepemimpinan Pendidikan/Kepala Sekolah?
Bagaimana Kecerdasan Emosional dalam Inovasi Pendidikan?
Bagaimana Manajemen Konflik dalam Pendekatan Kecerdasan Emosional?
I.3 Tujuan Penulisan
Untuk Mengetahui Apa itu Kecerdasan Emosional Kepala Sekolah
Untuk Mengetahui Kecerdasan Emosional dalam Inovasi Pendidikan
Untuk Mengetahui Manajemen Konflik dalam Pendekatan Kecerdasan Emosional
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kepemimpinan Pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Kecerdasan Emosional Kepemimpinan Pendidikan/Kepala Sekolah
A.Kepala Sekolah/Madrasah
Kepala madrasah dalam proses pembelajaran memiliki peran yang sangat penting dan strategis serta mempunyai tanggung jawab yang berat untuk meningkatkan kualitas hasil belajar. Mengingat perannya yang sangat besar, keuletannya serta kewibawaannya dalam membuat langkah-langkah baru sebagai jawaban dari kebutuhan masyarakat. Dalam kepemimpinan tidak ada asas yang universal, yang nampak ialah proses kepemimpinan dan pola hubungan antar pemimpinnya. Fungsi utama kepemimpinan terletak dalam jenis khusus dari perwakilan.Kepala madrasah adalah pemimpin tertinggi di sekolah. Pola kepemimpinannya akan sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan kemajuan sekolah. Oleh karena itu dalam pendidikan modern kepemimpinan kepala seklah merupakan jabatan strategi dalam mencapai tujuan pendidikan.
Secara khusus kepemimpinan di madrasah mempunyai penekanan pada pentingnya posisi kepemimpinan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas madrasah. Dalam Islam kepemimpinan identik dengan istilah khalifah yang berarti wakil. Pemakaian kata khalifah setelah Rasulullah SAW wafat menyentuh juga maksud yang terkandung dalam perkataan amir (jamak umara) atau penguasa.Keberhasilan kepala madrasah dalam melaksanakan tugasnya banyak ditentukan oleh gaya kepemimpinan seorang kepala madrasah. Kepemimpinan merupakan faktor yang paling penting dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi madrasah. Keberhasilan kepala madrasah dalam mengelola kantor, mengelola sarana prasarana madrasah, membina guru, atau mengelola kegiatan madrasah lainnya banyak ditentukan oleh kepemimpinan kepala madrasah. 
Apabila kepala madrasah mampu menggerakkan, membimbing, dan mengarahkan anggota secara tepat, segala kegiatan yang ada dalam organisasi sekolah akan bisa terlaksana secara efektif. Sebaliknya, bila tidak bisa menggerakkan anggota secara efektif, tidak akan bisa mencapai tujuan secara optimal. 
B.Kecerdasan Emosional
1.Pengertian Kecerdasan Emosional
Menurut kamus lengkap psikologi, kecerdasan adalah kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif.Sedangkan menurut istilah, emosi berasal dari kata “emotus atau emovere” yang berarti sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, misalnya emosi gembira mendorong untuk tertawa. Atau dengan perkataan lain emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan hampir keseluruhan dari individu.“Kecerdasan emosi” atau emotional intelligence merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.Kecerdasan emosional, menurut Salovey dan Mayer sebagaimana dikutip oleh Daniel Goleman dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Alex Tri Kantjono Widodo adalah kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional ialah kemampuan seseorang dalam mengenali dirinya sendiri dalam mengelola emosinya dalam hubungannya dengan orang lain.
2.Komponen-komponen Kecerdasan Emosional
Menurut pendapat Daniel Goleman sebagaimana yang dikutip oleh Deswita dalam bukunya mengklasifikasikan kecerdasan emosional atas lima komponen penting, yaitu:
Mengenali Emosi Diri atau Kesadaran diri (knowing one’s emotions-self-awareness), Yaitu mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri; memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.Self awareness meliputi kemampuan (a) kesadaran emosi, mengenali emosi diri sendiri dan efeknya, (b) penilaian diri secara teliti, mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri, (c) percaya diri, keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.
Pengaturan Diri atau Mengelola Emosi (managing emotions), Yaitu menangani emosi sendiri agar berdampak positif bagi pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu tujuan, serta mampu menetralisir tekanan emosi.Pengaturan diri meliputi kemampuan (a) mengendalikan diri, mengelola emosi dan desakan hati yang merusak, (b) sifat dapat dipercaya, memelihara norma kejujuran dan integritas, (c) kehati-hatian bertanggung jawab atas kinerja pribadi, (d) adaptabilitas keluwesan dalam menghadapi perubahan, (e) inovasi, mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi-informasi baru.
Motivasi Diri (motivating oneself), Yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun manusia menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.Kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan pencapaian sasaran meliputi (a) dorongan prestasi yaitu dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan, (b) komitmen yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau lembaga, (c) inisiatif yaitu kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan,(d) optimism yaitu kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan.
Mengenali Emosi Orang Lain (recognizing emotions in other) atau Empati, Yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang banyak atau masyarakat. Empati merupakan kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain. Kemampuan ini meliputi kemampuan (a) memahami orang lain yaitu mengindera perasaan dan perspektif orang dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka, (b) mengembangkan orang lain yaitu merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka, (c) orientasi pelayanan yaitu kemampuan mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan orang lain, (d) memanfaatkan keragaman yaitu kemampuan menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan orang lain, (e) kesadaran politis yaitu mampu mmbaca arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan.
Membina Hubungan (handling relationships), Yaitu kemampuan mengendalikan dan menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, memahami dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia. Singkatnya, keterampilan sosial merupakan seni mempengaruhi orang lain. 




3.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi tidak ditentukan sejak lahir tetapi dapat dilakukan melalui proses pembelajaran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi individu menurut Goleman (dalam Sumidjo, 1999: 267-282), yaitu:
Lingkungan keluarga. Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari emosi. Peran serta orang tua sangat dibutuhkan karena orang tua adalah subyek pertama yang perilakunya diidentifikasi, diinternalisasi yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari kepribadian anak. Kecerdasan emosi ini dapat diajarkan pada saat anak masih bayi dengan contoh-contoh ekspresi. Kehidupan emosi yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak di kemudian hari, sebagai contoh: melatih kebiasaan hidup disiplin danbertanggung jawab, kemampuan berempati, kepedulian, dan sebagainya. Hal ini akan menjadikan anak menjadi lebih mudah untuk menangani dan menenangkan diri dalam menghadapi permasalahan, sehingga anak-anak dapat berkonsentrasi dengan baik dan tidak memiliki banyak masalah tingkah laku seperti tingkah laku kasar dan negatif.
Lingkungan non keluarga. Dalam hal ini adalah lingkungan masyarakat dan lingkungan penduduk. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental anak. Pembelajaran ini biasanya ditunjukkan dalam aktivitas bermain anak seperti bermain peran. Anak berperan sebagai individu di luar dirinya dengan emosi yang menyertainya sehingga anak akan mulai belajar mengerti keadaan orang lain. Pengembangan kecerdasan emosi dapat ditingkatkan melalui berbagai macam bentuk pelatihan diantaranya adalah pelatihan asertivitas, empati dan masih banyak lagi bentuk pelatihan yang lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang yaitu secara fisik dan psikis. Secara fisik terletak dibagian otak yaitu konteks dan sistem limbik, secara psikis diantarnya meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan non keluarga.
II.2 Kecerdasan Emosional sebagai Inovasi dalam Pendidikan
Yang diperlukan untuk menjadi seorang administrator yang baik hanyalah sejumlah pengetahuan tentang mengajar dan sejumlah tahun pengalaman sebagai guru, selebihnya dapat dipungut dari pekerjaan (Sutisna, 1989: 13). Kondisi tersebut menunjukkan guru yang diangkat sebagai kepala sekolah tidak memiliki latar belakang pendidikan manajer atau administrator sebagai persyaratan umum, sehingga sekolah-sekolah belum dikelola secara profesional. Pembinaan terhadap pengelola sekolah telah banyak dilakukan untuk meningkatkan kinerja, namun perubahan yang dicapai dari pembinaan atau pelatihan tersebut belum terlihat hasilnya.
Jika pengelola tidak dapat melahirkan ide-ide baru, dipastikan mereka hanyalah berperan sebagai tukang, pelaksana kebijakan, atau teknisi. Mereka bukanlah sebagai sebagai profesional yang sangat dibutuhkan dalam era baru manajemen sekolah yang senantiasa menunggu petunjuk dan tuntutan dari atasan. Kualitas pengelola seperti itu hanya mampu berinisiatif, kurang mnemiliki kemampuan untuk menjadi individu yang counter productive sehingga menciptakan pengikut yang kurang berpikir kritis dan kreatif.
Kemampuan berpikir kritis dalam organisasi adalah mengoordinasikan pikiran-pikiran kreatif menjadi suatu perspektif dengan sikap untuk memenuhi kebutuhan semua pihak yang berkepentingan. Pikiran kritis tersebut bukan hanya muncul dari kecerdasan intelektual semata, melainkan juga muncul darei kecerdasan lain, di antaranya kecerdasan emosional. Cooper dan Sawaf mengemukakan bahwa, this feeling can grow expansively into enthusiasm, a sense of flow, and even passion for your work (1997: 40). Dengan kesadaran yang intensif, orang akan menjadi kreatif sebagaimana dikatakan May bahwa, … creativity is the encounter of the intensively conscious human being with the world (dalam Perkins, 1983: 58).

Kecerdasan emosional menuntut seseorang untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain, serta menanggapinya dengan tepat menerapkan informasi dan energi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari dengan efektif. Kecerdasan emosional dianggap penting dalam manajemen karena beberapa pertimbangan sebagai berikut,
Setiap pemimpin mempunyai emosi yang bila disadari dan dikendalikan akan menjadi sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi untuk mengelola diri sendiri, orang lain dan organisasi dengan pemikiran pada keberhasilan pencapaian tujuan.
Keberhasilan pengelolaan suatu organisasi yang dilakukan hanya dengan menggunakan akal atau intelegensia, akan dirasa kurang memuaskan bagi semua pihak. Untuk mencapai keberhasilan yang memuaskan bagi semua pihak di samping menggunakan kecerdasan intelektuan pengelola harus menggunakan kecerdasan emosionalnya.
Kecerdasan emosional dalam kepemimpinan merupakan energi pengaktif untuk nilai-nilai-nilai etika seperti kepercayaan, integritas, empati, keluwesan, dan kredibilitas pengelola serta sebagai modal sosial berupa kemampuan membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan dalam pengelolaan yang didasarkan pada saling percaya.
Kecerdasan emosional membangun kemampuan pengelola untuk memotivasi diri sendiri dan orang lain, mengungkapkan perasaan batiniah yang diperlukan untuk membangun organisasi yang kokoh dan mampu bersaing di masa depan.
Emosi adalah sistem isyarat yang berfungsi sebagai alarm berupa informasi yang dibutuhkan dan mengarah pada berbagai jalan keluar, aksi, dan perubahan pada saat tertentu dalam kehidupan manusia (Rohiat, 2008: 6).
Kecerdasan emosional membentuk dasar bagi keputusan strategis. Tanpa dasar tersebut, keputusan dan tindakan setelahnya mungkin akan terpecah dan tidak sejalan dengan kesehatan organisasi dalam jangka panjang. Dengan demikian, kecerdasan emosional yang mapan dalam pengelolaan sekolah akan menjadi gaya baru yang akan menggerakkan kegiatan-kegiatan sekolah secara sistematis dan terkontrol dari hal-hal yang negatif.
II.3.Manajemen Konflik dengan Pendekatan Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional (emotional quotiont) dapat diartikan sebagai kemampuan merasakan dan memahami kepekaan emosi diri maupun emosi orang lain pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, mampu membaca dan memahami perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, memelihara hubungan baik, menyelesaikan konflik, serta mampu memimpin.
Sungguhpun kecerdasan emosional sangat penting sebagai basis manajemen konflik, tanggapan masyarakat terhadap kecerdasan emosional (EQ) ini memang beragam, ada yang pro dan ada yang kontra. Hal ini berbeda dengan tanggapan terhadap kecerdasan intelektual (IQ) yang sudah diterima luas oleh masyarakat. Hal ini mungkin karena kecerdasan emosional tidak memiliki aspek yang permanen karena emosi selalu berubah. Padahal, kecerdasan emosional merupakan salah satu aspek yang menunjang kepemimpinan, yang memungkinkan seorang pimpinan dapat mengambil keputusan dengan tepat dan arif.
Studi Rostiana & Ninawati menemukan bahwa kecerdasan emosional  seorang pimpinan berkorelasi signifikan dengan persepsinya terhadap proses pengambilan keputusan. Artinya, semakin matang emosi yang dimiliki seorang pimpinan, maka semakin baik pula persepsinya terhadap proses pengambilan keputusan, dan identifikasi sebuah keputusan yang tepat bisa segera dilakukan.

Waruwu & Endah juga menemukan bahwa “resiliensi”, yaitu kemampuan emosional seseorang untuk bangkit kembali dari tekanan hidup, belajar dan mencari element positif dari lingkungannya, untuk membantu kesuksesan proses beradaptasi dengan segala keadaan dan mengembangan seluruh kemampuannya, walau berada dalam kondisi hidup tertekan, baik secara eksternal atau internal, dapat dikembangkan melalui dukungan dari faktor pelindung terutama penciptaan ikatan-ikatan sosial yang kokoh, yang salah satu aspek terpenting adalah melalui dukungan kepemimpin yang cerdas secara emosional.
Agar kepala sekolah mampu menyelesaikan konflik dengan pendekatan kecerdasan emosional, perlu memiliki kecakapan-kecakapan antara lain: (1) berdiplomasi dan menggunakan taktik untuk menenangkan orang-orang yang dalam kondisi tegang, (2) mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi konflik, menyelesaikan perbedaan pendapat secara terbuka, dan membantu mendinginkan situasi, (3) menganjurkan debat dan diskusi secara terbuka, (4) mengantar ke solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak yang berkonflik.










BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Kecerdasan emosional, menurut Salovey dan Mayer sebagaimana dikutip oleh Daniel Goleman dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Alex Tri Kantjono Widodo adalah kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.kecerdasan emosional memiliki lima indikator atau komponen penting yaitu; (a) Mengenali Emosi Diri atau Kesadaran diri, (b) Pengaturan Diri atau Mengelola Emosi, (c) Motivasi Diri, (d) Mengenali Emosi Orang Lain, dan (e) Membina Hubungan.
Agar kepala sekolah mampu menyelesaikan konflik dengan pendekatan kecerdasan emosional, perlu memiliki kecakapan-kecakapan antara lain: (1) berdiplomasi dan menggunakan taktik untuk menenangkan orang-orang yang dalam kondisi tegang, (2) mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi konflik, menyelesaikan perbedaan pendapat secara terbuka, dan membantu mendinginkan situasi, (3) menganjurkan debat dan diskusi secara terbuka, (4) mengantar ke solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak yang berkonflik.
III.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini tentunya banyak terdapat banyak kesalahan  baik dalam penulisan maupun pembahasan. Oleh karna itu kami mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga kami bisa memperbaiki kesalahan yang ada. Dan mengucapkan banyak terimakasih kepada teman- teman yang telah membantu selesainya makalah ini dan kami ucapkan banyak terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Goleman, Daniel. 2001. Working With Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi, terj. Alex Tri Kantjono Widodo. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Mustaqim. 2001. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hasnadi, 2011. Perilaku Guru, dalam http://fuddinbatavia.com/(Diakses tanggal 08 November 2017
Rostiana & Ninawati. 2003. Hubungan antara  Kecerdasan Emosional dengan Persepsi Pimpinan terhadap Proses Pengambilan Keputusan.  Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara. Diakses dari: http://www.psikologi.untar.com/psikologi/.8 November 2017
Secapramana, L.V.H. 1999.  Emotional Intelligence. Diakses dari: http://secapramana.tripod.com/,tanggal 8 November 2017
Waruwu, F.E. & Endah, S.R. 2005. Gambaran Faktor Pelindung Resiliensi di Sekolah Dasar: Studi Deskriptif terhadap ennam sekolah dasar negeri di Jakarta Pusat.. Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara. Diakses dari: http://www.psikologi.untar.com/psikologi/,8 November 2017
http://anjarsaripita.blogspot.com/2018/01/kecerdasan-emosional-kepala-madrasah.html?m=1 


Comments

Popular posts from this blog

Makalah Mengkafani Jenazah.

Makalah Materi PAI"CInta,Akhlak dan Amal Sholeh"

MAKALAH PERENCANAAN EVALUASIPEMBELAJARAN