Makalah Materi PAI"CInta,Akhlak dan Amal Sholeh"
MAKALAH
MATERI PAI
“Cinta,Akhlak,dan
Amal Sholeh”
Dosen Pengampu : Misnan, M.Pd
Disusun
Oleh :
v Mutiara
Fadhilah Nasution
Prodi : Manajemen Pendidikan Islam ( MPI )
Semester
: IV ( Empat )
SEKOLAH
TINGGI
AGAMA
ISLAM SUMATERA
(STAIS)
MEDAN
KATA
PENGANTAR
Alhamdulilllah,Saya
panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya, makalah ini dapat
Saya selesaikan. Shalawat dan salam kepada nabi Muhammad SAW, pembimbing umat
menuju cahaya kebenaran illahi.
Adapun pembuatan makalah ini dimaksudkan
untuk diajukan sebagai syarat dalam
diskusi kelompok pada mata
kuliah MATERI PAI tentang Cinta,Akhlak,dan Amal Sholeh.
Mengingat
isinya sangat penting sebagai bahan pembelajaran agar tercapainya
tujuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah,baik masalah individu ataupun
masalah kelompok.
Mudah-mudahan
makalah ini besar manfaatnya bagi para
pembaca dan khususnya bagi penulis menjadi amal yang sholeh yang bisa
menghantarkan kesuksesan dalam belajar.
Medan, 14 Maret 2018
Mutiara Fadhilah Nasution
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
............................................................................................
i
DAFTAR
ISI............................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
I.3. Latar
Belakang....................................................................................................
1
I.2. Rumusan
Masalah...............................................................................................
1
I.1.
Tujuan.................................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Makna Cinta, Akhlak, dan Amal Sholeh......................................... 2
II.2 Cinta Sebagai Wujud Iman dan Akhlak............................................................ 3
II.3 Apa dan Bagaimana Akhlak.............................................................................. 4
II.4 Amal Sholeh...................................................................................................... 6
II.5 Cinta Rabiatul
Adawiyah kepada Allah............................................................ 7
BAB III PENUTUP
III.1.
Kesimpulan...................................................................................................... 10
III.2. Saran............................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Islam adalah satu-satunya agama yang
datang dari Allah SWT, untuk menusia, fungsinya sebagai petunjuk dalam
menjalani kehidupannya. Islam adalah agama yang lintas zaman, geografi, budaya
dan sejenisnya. Islam mengajarkan kita untuk saling menghargai dan mencintai
diri, mencintai sesama mencintai lingkungan dan yang pasti mencintai Allah SWT.
Kata “cinta” dewasa ini terkesan
milik kristen. Padahal nabi di utus ke dunia ini justru untuk membangun
“akhlak”. Sedangkan akhlak dibangun untuk atas dasar iman dan cinta. Dikalangan
sufi, cinta adalah prinsip tertinggi moralitas (akhlak). “Amal shaleh” sebagai
wujud konkrit akhlak dan buah iman malah syarat dengan ekspresi cinta.
I.2 Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian
makna cinta, akhlak dan amal sholeh?
2.
Bagaimanakah cinta dijadikan sebagai wujud iman dan akhlak?
3.
Apa dan bagaimana akhlak?
4.
Apa dan bagaimanakah yang dimaksud dengan amal saleh?
5.
Bagaimana Cinta Rabiatul Adawiyah
kepada Allah?
I.3 Tujuan
Penulisan
1. Sebagai tugas
mata kuliah MATERI PAI.
2. Membuktikan
bahwa cinta dapat dijadikan sebagai wujud iman dan akhlak.
3. Menjelaskan
mengenai akhlak.
4. Menjelaskan
mengenai amal saleh.
5. Mengetahui Cinta
Rabiatul Adawiyah kepada Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Pengertian Makna Cinta, Akhlak, dan Amal Sholeh
a)
Makna cinta
Secara etimologi dalam kamus populer
bahasa Indonesia, makna cinta sama dengan kasih-sayang dan rasa kasih. Sehingga
kata cinta dan kasih-sayang memiliki keterkaitan makna yang erat. Jika Allah
mengasihi dan menyayangi hambaNya maka hamba tersebut akan mendapatkan
cintaNya, jika orang tua mencintai anaknya, maka ia akan mengasihi dan
menyayangi sang anak.[1]
b) Makna akhlak
Akhlaq menurut etimlogi berasal dari bahasa
arab, yaitu jama’ dari kata “khuluq” ( خلوق )
secara bahasa kata ini memiliki arti perangai atau yang mencakup diantaranya:
sikap, prilaku, sopan, tabi’at, etika, karakter, kepribadian, moral dll.
timbang”. Sedangkan
menurut Mukhtar Ash Shihah akhlak adalah berarti watak. Sedangkan menurut Al
Firuzabadi akhlak adalah watak, tabi’at, keberanian, dan agama.
Sedangkan akhlak menurut
terminologi Prof.Dr. Ahmad Amin
mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan kehendak. Ini berarti bahwa kehendak
itu bila dibiasakan akan sesuatu maka kebiasaannya itu di sebut akhlak.
Contohnya bila kehendak itu dibiasakan memberi,
maka kebiasaan itu ialah akhlak dermawan. Sedangkan menurut syekh Muhammad
Nawawi Al Jawiyydalam kitabnya “Murooqiyul ‘Ubudiyah”,“akhlak
adalah kedaan didalam jiwa yang mendorong prilaku yang tidak terpikir dan tidak
ditimbang.[2]
c)
Pengertian Amal Saleh
Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, amal diartikan sebagai perbuatan (baik atau buruk). Secara istilah,
amal saleh berarti perbuatan sungguh- sungguh dalam menjalankan ibadah ataupun
menunaikan kewajiban agama yang dilakukan dalam bentuk berbuat kebaikan
terhadap masyarakat atau sesama manusia.contoh mengumpulkan dana untuk membantu
korban bencana alam, penyandang cacat, orang jompo dan anak yatim piatu.
II.2 Cinta Sebagai Wujud Iman dan Akhlak
Salah satu buah iman kepada allah
adalah cinta hamba kepada tuhannya, menguasai seluruh jiwanya. Cinta yang
menuntut ketaatan dan kepatuhan yang purna untuk melaksanankan
perintah-perintah-Nya dan mengutamakan apa yang dicintai allah daripada apa
yang disenangi mereka.. Manusia diciptakan bertemperamen mencintai kesempurnaan
karena allah semata, kesempurnaan mutlak. Dan manusia bertabiat pula mencintai
orang yang berbuat baik kepadanya. Hanya allah sajalah pembuat baik dan pemberi
nikmat karunia kepada manusia. Setiap nikmat yang diterima manusia bersumber
dari allah. Sebagai firman allah: (surah An-nahl, ayat 53) yang artinya:“dan apa saja nikmat yang ada
pada kamu , Maka dari Alloh-lah , dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, Maka
hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.”
(surah ibrahim, ayat 34) yang artinya:“dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan
kepada-Nya. Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu
menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat
Allah)”.Di antara ciri seorang hamba yang
benar-benar mencintai Tuhannya, ialah wassalam; mengerjakan apa yang
didatangkannya dan meninggalkan apa yang dilarangnya. Diantara tanda-tanda cinta kepada Allah ialah taat kepada-Nya,
mengingat-Nya secara rahasia dan terang-terangan, serta merasa nikmat beribadah
kepadanya-Nya.[3]
II.3 Apa dan Bagaimana Akhlak
a.
Faktor yang memperkuat
o Mantapnya keimanan
o Terbimbing oleh
seorang guru yang shaleh
o Memiliki
pengetahuan agama yang cukup dan benar
o Memiliki
filosofih
hidup yang baik yang sesuai dengan substansi ajaran islam
o Memiliki
lingkungan pergaulan yang baik
o Visioner
seorang yang memiliki wawasan ke depan akan mempertimbangkan segala sikap dan
tindakannya
o Memiliki
pekerjaan dan aktivitas
o Terpenuhinya
kebutuhan pokok
O Hidup mewah
O Lingkungan
pergaulan yang buruk
O Menganggur
O Minim
pengetahuan agama
O Negative
thinking.
Dari segi sifatnya, akhlak dikelompokkan
menjadi dua, yaitu pertama, akhlak yang baik, atau disebut juga akhlak mahmudah
(terpuji) atau akhlak al-karimah; dan kedua, akhlak yang buruk atau akhlak
madzmumah.
1.
Akhlak Mahmudah
“Akhlak
mahmudah adalah tingkah laku terpuji yang merupakan tanda keimanan seseorang.
Akhlak mahmudah atau akhlak terpuji ini dilahirkan dari sifat-sifat yang
terpuji pula”.[6]
Sifat terpuji yang dimaksud adalah, antara
lain: cinta kepada Allah, cinta kepada rasul, taat beribadah, senantiasa
mengharap ridha Allah, tawadhu’, taat dan patuh kepada Rasulullah, bersyukur
atas segala nikmat Allah, bersabar atas segala musibah dan cobaan, ikhlas
karena Allah, jujur, menepati janji, qana’ah, khusyu dalam beribadah kepada
Allah, mampu mengendalikan diri, silaturrahim, menghargai orang lain,
menghormati orang lain, sopan santun, suka bermusyawarah, suka menolong kaum
yang lemah, rajin belajar dan bekerja, hidup bersih, menyayangi binatang, dan
menjaga kelestarian alam.[7]
2. Akhlak
Madzmumah
“Akhlak madzmumah adalah tingkah
laku yang tercela atau perbuatan jahat yang merusak iman seseorang dan
menjatuhkan martabat manusia.”
Sifat yang termasuk akhlak mazmumah adalah
segala sifat yang bertentangan dengan akhlak mahmudah, antara lain: kufur,
syirik, munafik, fasik, murtad, takabbur, riya, dengki, bohong, menghasut,
kikil, bakhil, boros, dendam, khianat, tamak, fitnah, qati’urrahim, ujub,
mengadu domba, sombong, putus asa, kotor, mencemari lingkungan, dan merusak
alam.
II.4 Amal Sholeh
II.4.1
Membiasakan Amal Saleh
Beramal saleh merupakan kewajiban
bagi setiap manusia, baik sebagai pribadi yang mencermin kan diri sendiri,
maupun selaku umat, kaum dan bangsa. Karena sesungguh nya amal perbuatan
seseorang sangat menentukan status nya secara pribadi, kaum, dan bangsa.
Mengerjakan amal saleh hendak nya
tidak di sertai pamrih karena ada sesuatu di balik amalan nya. Mengerjakan amal
saleh harus di sertai niatan yang ikhlas, bukan karena mengharap kan pujian,
keuntungan, jabatan, dan lain – lain. Karena sesungguh nya yang di nilai oleh
Allah pada amalan seseorang adalah niat dan tujuan nya, sebagai mana di ingat
kan allah dalam surah Al – mu’minun (23) ayat 40.
Amal Shalih mempunyai arti yang
sangat luas. Apalagi dalam kehidupan bermasyarakat. Khususnya dalam pandangan
agama yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Untuk kaumnya, karena membiasakan
melakukan amal shalih itu sangatlah beragam caranya, diantaranya:
J Membantu orang
lain tanpa minta balasan
J Sadaqoh di
jalan Allah
J Mengamalkan
perbuatan kita dalam setiap perkataan.
Sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Firman Allah SWT. Dalam Q.S
An-Nahl :97
” Barang siapa yang mengerjakan amal shalih baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dan apa yang telah mereka kerjakan”[8]Dalam Qur’an tersebut dijelaskan secara
singkat bahwa setiap kebaikan sekecil apapun akan mendapatkan suatu balasan,
karena Allah lah Maha Mengetahui apa yang hamba hamba-Nya kerjakan.
II.5
Cinta Rabiatul Adawiyah kepada Allah
Siti Rabiah Adawiyah lahir di Basra pada tahun 105 H dan
meninggal pada tahun 185 H. Siti Rabiah Al Adawiyah adalah salah seorang perempuan Sufi yang mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk
beribadah kepada Allah. Soerang wanita yang
alur kehidupannya tidak seperti wanita pada umumnya, ia terisolasi dalam dunia
mistisme jauh dari hal-hal duniawi. Tidak ada sesuatu yang lebih dicintainya di dunia yang melebihi
cintanya kepada Allah. Kehidupannya seolah hanya untuk mendapatkan ridho Allah,
tidak ada suatu tujuan apapun selain itu. Rabiah pernahmengeungkapkan bentuk penyerahan
dirinya kepada Allah.
Rabiah adalah sufi pertama yang memperkenalkan ajaran
Mahabbah (Cinta) Ilahi, sebuah jenjang (maqam) atau tingkatan yang dilalui oleh
seorang salik (penempuh jalan Ilahi). Selain Rabi’ah al-Adawiyah, sufi lain
yang memperkenalkan ajaran mahabbah adalah Maulana Jalaluddin Rumi.
Cinta Ilahi (al-Hubb al-Ilah) dalam pandangan kaum
sufi memiliki nilai tertinggi. Bahkan kedudukan mahabbah dalam sebuah maqamat
sufi tak ubahnya dengan maqam ma’rifat,Cinta itu timbul tanpa ada maksud dan
tujuan apa pun.Ia mengabdi kepada Allah bukan lantaran takut neraka maupun
mengharapkan balasan surga, namun ia mencinta Allah lebih karena Allah semata.
Sikap cinta kepada dan karena Allah semata ini misalnya tergambar dalam sya’ir
Rabi’ah sebagai berikut:
“Ya Allah, jika aku
menyembah-Mu, karena takut pada neraka, maka bakarlah aku di dalam neraka. Dan
jika aku menyembah-Mu karena mengharapkan surga, campakkanlah aku dari dalam surga. Tetapi
jika aku menyembah-Mu, demi Engkau, janganlah Engkau enggan memperlihatkan
keindahan wajah-Mu, yang Abadi kepadaku”.
Cinta Rabi’ah kepada Allah sebegitu kuat membelenggu
hatinya, sehingga hatinya pun tak mampu untuk berpaling kepada selain Allah.
Pernah suatu ketika Rabi’ah ditanya, “Apakah Rabi’ah tidak mencintai Rasul?” Ia
menjawab, “Ya, aku sangat mencintainya, tetapi cintaku kepada Pencipta membuat
aku berpaling dari mencintai makhluknya.”
Rabi’ah juga ditanya tentang eksistensi syetan dan
apakah ia membencinya? Ia menjawab, “Tidak, cintaku kepada Tuhan tidak
meninggalkan ruang kosong sedikit pun dalam diriku untuk rasa membenci
syetan.”Allah adalah teman sekaligus Kekasih dirinya, sehingga ke mana saja
Rabi’ah pergi, hanya Allah saja yang ada dalam hatinya. Ia mencintai Allah
dengan sesungguh hati dan keimanan. Karena itu, ia sering jadikan Kekasihnya
itu sebagai teman bercakap dalam hidup. Dalam salah satu sya’ir berikut jelas
tergambar bagaimana Cinta Rbi’ah kepada Teman dan Kekasihnya itu:Kujadikan
Engkau teman bercakap dalam hatiku, Tubuh kasarku biar bercakap dengan yang
duduk. Jisimku biar bercengkerama dengan Tuhanku, Isi hatiku hanya tetap Engkau
sendiri.
Dalam kegamangannya itu, Rabi’ah tak putus-putusnya
berdoa dan bermunajat kepada Allah. Bahkan dalam doanya itu ia berharap agar
tetap mencintai Allah hingga Allah memenuhi ruang hatinya. Doanya:
“Tuhanku, malam telah
berlalu dan siang segera menampakkan
diri. Aku gelisah apakah amalanku Engkau terima, hingga aku merasa bahagia,
Ataukah Engkau tolak hingga sehingga aku merasa bersedih, Demi ke-Maha
Kuasaan-Mu, inilah yang akan kulakukan. Selama Engkau beri aku hayat, sekiranya
Engkau usir dari depan pintu-Mu, aku tidak akan pergi karena cintaku pada-Mu,
telah memenuhi hatiku.”
Harapan yang lebih jauh dari Cintanya kepada Tuhan tak
lain agar Tuhan lebih dekat dengan dirinya, dan kemudian Tuhan sanggup
membukakan hijab kebaikan-Nya di dunia dan juga di akhirat kelak. Ia
mengatakan, dengan jalan Cinta itu dirinya berharap Tuhan memperlihatkan wajah
yang selalu dirindukannya. Dalam sya’irnya Rabi’ah mengatakan:
“Aku mencintai-Mu dengan
dua macam Cinta, Cinta rindu dan Cinta karena Engkau layak dicinta, Dengan
Cinta rindu, kusibukan diriku dengan mengingat-ingat-Mu selalu, Dan bukan
selain-Mu. Sedangkan Cinta karena Engkau layak dicinta, di sanalah Kau
menyingkap hijab-Mu, agar aku dapat memandangmu. Namun, tak ada pujian dalam
ini atau itu,segala pujian hanya untuk-Mu dalam ini atau itu.”
Rabi’ah
dan menjelang hari kematiannya
Dikisahkan, Rabi’ah telah menjalani masa hidup
selama kurang lebih 90 tahun. Dan selama itu, ia hanya mengabdi kepada Allah
sebagai Pencipta dirinya, hingga Malaikat Izrail menjemputnya. Tentu saja,
Rabi’ah telah menjalani pula masa-masa di mana Allah selalu berada dekat
dengannya. Para ulama yang mengenal dekat dengan Rabi’ah mengatakan, kehadiran
Rabi’ah di dunia hingga kembalinya ke alam akhirat, tak pernah terbersit
sedikit pun adanya keinginan lain kecuali hanya ta’zhim (mengagungkan) kepada
Allah. Ia juga bahkan sedikit sekali meminta kepada makhluk ciptaan-Nya.Berbagai kisah menjelang kematian Rabi’ah menyebutkan, di
antaranya pada masa menjelang kematian Rabi’ah, banyak sekali orang alim duduk
mengelilinginya. Rabi’ah lalu meminta kepada mereka:
‘Bangkit dan keluarlah! Berikan jalan kepada pesuruh-pesuruh Allah Yang Maha
Agung!’ Maka semua orang pun bangkit dan keluar, dan pada saat mereka menutup
pintu, mereka mendengar suara Rabi’ah mengucapkan kalimat syahadat, setelah itu
terdengar sebuah suara: “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu,
berpuas-puaslah dengan-Nya. Maka masuklah bersama golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah
ke dalam surga-Ku.” (QS. 89: 27-30).
Setelah itu tidak terdengar lagi suara apa pun. Pada
saat mereka kembali masuk ke kamar Rabi’ah, tampak perempuan tua renta itu
telah meninggalkan alam fana. Para dokter yang berdiri di hadapannya lalu
menyuruh agar jasad Rabi’ah segera dimandikan, dikafani, disalatkan, dan
kemudian dibaringkan di tempat yang abadi.
BAB III
PENUTUP
III.1
Kesimpulan
Iman bukanlah sebuah keyakinan “nol”, melaikan suatu
keyakinan yang disertai cinta.Beribadah dan beramal saleh yang kita kerjakan
hendaklah dalam rangka cinta kepada allah, bukannya mengharap surga atau takut
neraka.
· Akhlak
adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan
tanpa dipikir dan direnungkan lagi.Karakteristik akhlak Islam adalah perbuatan
yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah-daging dan sebenarnya yang
didasarkan pada ajaran Islam.Proses terbentuknya akhlak meliputi, reinforcement
(penguatan yang diberikan terhadap perilaku manusia, dan adanya peran hereditas,
fitrah manusia dan lingkungan dalam terbentuknya akhlak.Akhlak manusia di bagi
menjadi dua, yaitu Akhlak Mahmudah dan Akhlak Madzmumah. Akhlak Mahmudah adalah
akhlak yang terpuji. Sedangkan, Akhlak Madzmumah adalah akhlak yang tercela.
· Secara
istilah amal saleh berarti perbuatan sungguh – sungguh dalam menjalankan ibadah ataupun menunai kan
kewajiban agama yang di lakukan dalam bentuk berbuat kebaikan terhadap
masyarakat atau sesama manusia.
III.2 Saran
Hendaknya kita sebagai muslim berakhlak yang baik, saling mengasihi
dan mencintai sesama umat beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Tim
Dosen Pendidikan Islam,2004.Islam
Doktrin dan Dinamika Umat, Bandung:Value
Press
Drs. Asmaran As., M.A.1994.Pengantar
Studi Akhlak .Jakaerta:PT. Raja Grafindo Persada.
Dr. Muhammad Abdul Qadir Ahmad. 2008. Metodologi Pengajaran
Agama Islam. Jakarta: Rineka cipta,
Ahmadi, Abu, Drs., H., dkk. 1991. MKDU Dasar-Dasar Pendidikan
Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Jakarta : Bumi Aksara.
http://www.bacaanmadani.com/2016/10/pengertian-amal-saleh-dan-contoh-amal.html http://maribelajarpintar.com/definisi-akhlak-dalam-islam/ http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-akhlak-dalam-islam/ http://katazikurasana30.blogspot.co.id/2016/04/contoh-makalah-agama-tentang-cinta.html http://www.bacaanmadani.com/2016/10/pengertian-amal-saleh-dan-contoh-amal.html
[2] Dikutip dari Drs. Asmaran As., M.A Pengantar Studi Akhlak (PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta:1994) hlm 1-2
[3] Dr. Muhammad Abdul Qadir Ahmad. 2008. Metodologi Pengajaran Agama
Islam. Jakarta: Rineka cipta, hlm. 145 – 146.
Subscribe juga akun youtube saya
Mutiara fadhilah nasution
https://www.youtube.com/channel/UCFpMkCFVg2nRNFLggC-geHA
Comments
Post a Comment